Allah mempunyai tiga
pilihan dalam menjodohkan manusia satu sama lain. Pilihan pertama adalah
cepat mendapatkan jodoh. Pilihan kedua, lambat mendapatkan jodoh, tapi
suatu saat pasti mendapatkannya di dunia. Pilihan ketiga adalah tidak
mendapatkan jodoh di dunia tapi mendapatkannya di akhirat kelak. Apapun
pilihan jodoh yang ditentukan Allah, maka hal itu adalah hal yang
terbaik untuk kita.
Lalu apa yang perlu dilakukan agar kita segera mendapatkan jodoh? Berikut ini 7 cara mencari jodoh menurut Islam, yaitu:
1. Memperbaiki diri
Jika kita ingin
mendapatkan jodoh yang shalih, maka kita harus menjadi orang yang
shalihah juga. Itulah maksud Allah dalam firman-Nya,
“Wanita-wanita yang
keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah
untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah
untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari
apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan
dan rezki yang mulia (surga)” (QS. An-Nur: 26).
2. Tidak putus asa dalam berdoa
Jangan pernah berputus asa untuk berdoa. Doa yang baik untuk mendapatkan
jodoh adalah doa yang terdapat dalam surat Al Furqon ayat 74 : “Ya
Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa”.
Agar doa lebih terkabul,
perhatikan juga adab-adab berdoa dalam Islam. Jadi jangan berdoa
menurut versi kita sendiri. Berdoalah menurut apa yang diajarkan Allah
dan Rasul-Nya kepada kita, niscaya doa kita akan lebih terkabul.
3. Memperbanyak ibadah sunnah
Agar jodoh kita semakin cepat datang, kita juga perlu mendekati Allah
dengan ekstra dekat. Caranya tidak hanya mengandalkan ibadah wajib, tapi
juga dengan menambah ibadah-ibadah sunnah seperti sholat tahajjud,
sholat dhuha, shaum, tilawah Al Qur’an, infaq, dan lain-lain. Lakukan
ibadah sunnah ini secara rutin setiap hari agar iman kita bertambah dan
doa kita semakin dikabulkan Allah Swt.
4. Memiliki kriteria yang tidak muluk
Mengapa jodoh sulit datang kepada kita? Salah satunya mungkin disebabkan
karena kriteria jodoh kita terlalu muluk. Kita ingin jodoh yang mapan,
ganteng/cantik, berpangkat, keturunan baik-baik dan beriman. Keinginan
semacam itu sah-sah saja, tapi jika hal tersebut dijadikan syarat untuk
jodoh kita maka kita telah mempersulit diri sendiri.
Itulah sebabnya
Rasulullah mengatakan jika kita tidak dapat memperoleh semuanya, maka
pilihlah yang agamanya paling baik. Hal itu berarti mungkin saja jodoh
kita orang yang miskin, tidak berpangkat, bukan keturunan orang baik,
akan tetapi kita perlu menerimanya asalkan memiliki agama/akhlaq yang
baik. Jangan kita menginginkan kesempurnaan dari orang lain, sedangkan
diri kita tidaklah sempurna.
5. Memperluas pergaulan
Cara lain agar cepat mendapatkan jodoh adalah memperluas pergaulan.
Dengan pergaulan yang luas kita juga lebih banyak mendapatkan pilihan.
Seringkali jodoh itu datang bukan dari perkenalan langsung, tapi dari
kenalan teman kita. Itulah gunanya pergaulan yang luas. Ibarat seorang
nelayan yang menebarkan jaringan yang luas untuk mendapatkan ikan yang
lebih banyak.
6. Meminta bantuan orang lain
Cara lain agar cepat mendapatkan jodoh adalah meminta tolong kepada
orang lain yang reputasinya baik. Orang tersebut bisa saja guru mengaji,
murobbi, teman, orang tua, saudara, dan lain-lain. Jangan malu-malu
untuk meminta bantuan kepada mereka dan jangan malu-malu juga untuk
mengulangi permintaan kita secara rutin agar orang tersebut ingat bahwa
kita meminta bantuan kepadanya.
7. Menyatakan hasrat secara langsung
Bisa juga seorang wanita
mendapatkan jodoh dengan cara menyatakan langsung kepada lelaki yang
baik agamanya bahwa kita siap menikah dengannya. Ini adalah cara yang
masih asing dalam budaya Indonesia. Namun cara ini sebenarnya Islami,
karena pernah dilakukan Khadijah ra kepada Nabi Muhammad SAW. Khadijah ra yang lebih dahulu menyatakan hasratnya kepada Nabi melalui perantaranya.
Itulah ketujuh cara yang
dapat diupayakan oleh setiap muslim dan muslimah dalam mencari jodoh.
Cara-cara tersebut merupakan cara yang baik karena sesuai dengan
tuntunan Islam. Semoga kita semua mendapatkan jodoh terbaik yang
dipertemukan karena sama-sama mencintai-Nya.
Menuju Wanita Sholehah
Minggu, 18 Agustus 2013
Amalan surat yusuf untuk memikat jodoh. [manfaat, faedah, khasiat]
Assalamualaikum Wr. Wb.
Sobat muslim, Al-Qur'an merupakan salah satu anugerah dari Allah SWT kepada seluruh umat islam yang tak ternilai harga nya. Selain menjadi pedoman hidup, masih ada banyak sekali manfaat dari Al-Qur'an untuk seluruh manusia terutama kaum muslim.
nah, kali ini saya akan sedikit berbagi ilmu dan pengetahuan kepada anda-anda sekalian tentang satu manfaat tersembunyi di dalam Al-Qur'an. Salah satunya ada di Surat Yusuf tepatnya di ayat ke empat. Apa faedah nya?
Ayat ke empat dari surat Yusuf ini Insya Allah akan bisa mendatangkan jodoh bagi anda. terutama yang sudah berumur cukup untuk menikah namun anda belum juga diberikan jodoh oleh Allah SWT. maka dari itu menurut saya tidak ada salahnya kalau ayat ke empat dari Surat Yusuf ini diamalkan oleh anda.
Bagaimana caranya? Sebelum nya ini adalah ayat ke empat dari surat Yusuf yang saya maksud ;
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
“Idz Qaala Yuusufu Li Abiihi Yaa Abati Inni Ra Aitu Ahada’ Asyara Kaukabauw Wasy syamsa Wal Qamara Ra aituhum Lii Sajidin”
Yang artinya adalah:
(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."
Berikut adalah hal yang harus anda perhatikan :
==> jika dibaca 3 x sebelum bertemu seseoarang yang kita sayang, maka akan menimbulkan kasih sayang kepadanya. (Nih buat anda yang pengen jarang berantem ama pacarnya.hehe)
==> Untuk mendatangkan jodoh, bagaimana caranya? Well, it's simple. Setiap habis shalat fardhu, bacalah ayat ini minimal 7x. Insya Allah anda akan temui orang yang anda nantikan (baca : jodoh)
==> Jika anda ingin disayang dalam masyarakat, ingin dipandang baik dan diterima di semua kalangan, bacalah kedua ayat ini sehabis sholat sebanyak 3 kali.
Yap itu aja yang bisa saya share. Dan satu hal lagi yang ingin saya sampaikan, sekali lagi semuanya adalah tergantung oleh Allah SWT. Semua keputusan ada di tangan-Nya. Kita manusia hanya berdoa dan berusaha. Asal disertai niat yang tulus dan usaha yang tak kenal lelah, kemungkinan Allah mengabulkan permohonan kita amat lah besar! :)
Wassalamualaikum Wr. Wb
Sobat muslim, Al-Qur'an merupakan salah satu anugerah dari Allah SWT kepada seluruh umat islam yang tak ternilai harga nya. Selain menjadi pedoman hidup, masih ada banyak sekali manfaat dari Al-Qur'an untuk seluruh manusia terutama kaum muslim.
nah, kali ini saya akan sedikit berbagi ilmu dan pengetahuan kepada anda-anda sekalian tentang satu manfaat tersembunyi di dalam Al-Qur'an. Salah satunya ada di Surat Yusuf tepatnya di ayat ke empat. Apa faedah nya?
Ayat ke empat dari surat Yusuf ini Insya Allah akan bisa mendatangkan jodoh bagi anda. terutama yang sudah berumur cukup untuk menikah namun anda belum juga diberikan jodoh oleh Allah SWT. maka dari itu menurut saya tidak ada salahnya kalau ayat ke empat dari Surat Yusuf ini diamalkan oleh anda.
Bagaimana caranya? Sebelum nya ini adalah ayat ke empat dari surat Yusuf yang saya maksud ;
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
“Idz Qaala Yuusufu Li Abiihi Yaa Abati Inni Ra Aitu Ahada’ Asyara Kaukabauw Wasy syamsa Wal Qamara Ra aituhum Lii Sajidin”
Yang artinya adalah:
(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."
Berikut adalah hal yang harus anda perhatikan :
==> jika dibaca 3 x sebelum bertemu seseoarang yang kita sayang, maka akan menimbulkan kasih sayang kepadanya. (Nih buat anda yang pengen jarang berantem ama pacarnya.hehe)
==> Untuk mendatangkan jodoh, bagaimana caranya? Well, it's simple. Setiap habis shalat fardhu, bacalah ayat ini minimal 7x. Insya Allah anda akan temui orang yang anda nantikan (baca : jodoh)
==> Jika anda ingin disayang dalam masyarakat, ingin dipandang baik dan diterima di semua kalangan, bacalah kedua ayat ini sehabis sholat sebanyak 3 kali.
Yap itu aja yang bisa saya share. Dan satu hal lagi yang ingin saya sampaikan, sekali lagi semuanya adalah tergantung oleh Allah SWT. Semua keputusan ada di tangan-Nya. Kita manusia hanya berdoa dan berusaha. Asal disertai niat yang tulus dan usaha yang tak kenal lelah, kemungkinan Allah mengabulkan permohonan kita amat lah besar! :)
Wassalamualaikum Wr. Wb
Selasa, 11 Juni 2013
Menahan Hati Untuk Senyuman Ummi
Ummi....
Ummi bagian dari hidup ku....
Ridho Ummi adalah ridho Allah dalam tiap langkah ku....
Sedikitpun rasanya aku tak ingin menyakiti hati ummi, baik melalui lisan-ku.... maupun tingkah laku-ku....
Ummi
terkadang tanpa sadar, saat ummi memarahi ku... ingin rasanya aku membela diri dengan menjawab semua amarah ummi,
tapi aku tau, jawaban-jawaban ku pasti akan melukai hati dan perasaan ummi...
dan jika itu terjadi..... betapa berdosanya aku .....
terlebih lagi jika luka itu membuat ummi meneteskan air mata....
Yaa Rabb.... Durhakalah aku kepada ummi ku sendiri...
Hanya SABAR yang bisa melemahkan amarah Ummi....
Hanya KELEMBUTAN yang bisa menguatkan kasih sayang Ummi.....
Aku IKHLAS menahan hati dan mendengarkan kata-kata keras Ummi....
KArena.....
Aku takut Tangisan Ummi...
Aku takut menyakiti hati dan perasaan ummi...
Aku tau rasa sayang ummi ....
Aku tau kerinduan ummi melihat anaknya menjadi seorang Putri yang sholehah untuk Ummi dan Abbi
Ummi.....
andai saja ummi tau, aku bahagia saat melihat senyum ummi
pujian-pujian ummi membuat ku berfikir kalau aku bisa menjadi yang terbaik ...Ummi :'(
LUka hatiku tak berarti apa-apa jika dibalas oleh satu senyuman bahagia Ummi ......
**Vitriah April Yani
Ummi bagian dari hidup ku....
Ridho Ummi adalah ridho Allah dalam tiap langkah ku....
Sedikitpun rasanya aku tak ingin menyakiti hati ummi, baik melalui lisan-ku.... maupun tingkah laku-ku....
Ummi
terkadang tanpa sadar, saat ummi memarahi ku... ingin rasanya aku membela diri dengan menjawab semua amarah ummi,
tapi aku tau, jawaban-jawaban ku pasti akan melukai hati dan perasaan ummi...
dan jika itu terjadi..... betapa berdosanya aku .....
terlebih lagi jika luka itu membuat ummi meneteskan air mata....
Yaa Rabb.... Durhakalah aku kepada ummi ku sendiri...
Hanya SABAR yang bisa melemahkan amarah Ummi....
Hanya KELEMBUTAN yang bisa menguatkan kasih sayang Ummi.....
Aku IKHLAS menahan hati dan mendengarkan kata-kata keras Ummi....
KArena.....
Aku takut Tangisan Ummi...
Aku takut menyakiti hati dan perasaan ummi...
Aku tau rasa sayang ummi ....
Aku tau kerinduan ummi melihat anaknya menjadi seorang Putri yang sholehah untuk Ummi dan Abbi
Ummi.....
andai saja ummi tau, aku bahagia saat melihat senyum ummi
pujian-pujian ummi membuat ku berfikir kalau aku bisa menjadi yang terbaik ...Ummi :'(
LUka hatiku tak berarti apa-apa jika dibalas oleh satu senyuman bahagia Ummi ......
**Vitriah April Yani
Kamis, 11 April 2013
Mahar Nikah, Surah Ar-Rahman
Menurut
survey yang dilakukan oleh akhwat fillah bahwa setiap pernikahan para
aktivis dakwah ternyata kebanyakan calon istrinya memilih surat ar
rahman sebagai mahar pernikahan,apa istimewanya surah ar rahman,kenapa
bukan surat-surat yang lain yang masih banyak seperti surat an nur
umpanya atau surat lain yang lebih erat kaitannya dengan moment
pernikahan,nah dari beberapa survey yang dilakukan ada beberapa alasan
dari para istri aktivis dakwah yang memilih surah ar rahman :
1.ada
yang mengatakan karena surah ar rahman penuh dengan pertanyaan Allah
nikmat manakah lagi yang akan kita dustakan,karena pernikahan adalah
menyempurnakan separuh din dan mungkin masih banyak akhwat yang lebih
tua dari kita belum dikaruniakan Allah pendamping maka kita sangat
bersyukur akan sebuah pernikahan maka mahar surat ar rahman rasanya
sebagai pengingat untuk kita supaya selalu mensyukuri nikmat Allah yang
begitu banyak.
2.ada
yang mengatakan karena ingin meringankan calon suami,karena kata
Rosulullah bahwa sebaik-baik mahar itu yang memudahkan (gimana kalau
ikhwannya gak hafal J) jadi kayaknya mahar ayat al qu;an lebih afdhol.
3.alasan ketiga ada yang simple tapi lucu…terinspirasi dari novelnya kang abik ayat-ayat cinta
4.ada
yang memang sangat menyukai surah ar rahman yang bercerita tentang
bidadari yang di pingit,bahkan ada akhwat yang mengatakan dia tidak mau
di hargai dengan apapun,baik cincin,uang atau materi apapun sebagai
mahar tapi dia akan sangat bahagia kalau dirinya dibeli dengan surah ar
rahman,subhanallah…
5.surat
ar rahman ayatnya pendek-pendek dan juga diselingi dengan pertanyaan
Allah akan nikmat-nikmatnya yang mana lagi yang kita ingkari,dan
pengulangan kata-kata itu tidak terdapat pada surah yang lain,terdapat
sekitar 31x pengulangan kata fa biayyi ‘alaa irobbikumaa tukazziban(maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?)
6.alasan
lain yang di terima akhwatfillah adalah akhwat memilih surah ar rahman
sebagai mahar untuk memotivasi hafalan qur’an sang suami,karena ada
bebrapa akhwat yang kadang membuat target berapa juz minimal hafalan
calon pendampingnya,maka salah satu permintaannya mahar hafalan surah ar
rahman.
7.alasan
akhwat yang lain karena dalam surah ar rahman Allah memberikan
deskripsi tentang surga dan kenikmatannya,berupa buah-buahan,warna surga
yang hijau juga bidadari yang sangat cantik disurga,yang katanya
memotivasi para calon suami dan istri untuk senantiasa menjalankan roda
rumahtangga dengan orientasi akhirat,yang akhwat terinspirasi menjadi
istri terbaik yang menyaingi bidadari surga,yang ikhwannya terinspirasi
berjihad tiada henti sampai syahid menjemput dan mendapatkan bidadari
surga J
Sabtu, 30 Maret 2013
Zikir Khusus cewek ala Fathimah az Zahra :)
Siapa sieh yang tidak kenal Fatimah Az Zahra? hmm Fathimah Az-Zahra` a.s. adalah putri keempat pasangan Rasulullah SAW dan Khadijah Al-Kubra.Beliau juga digelari Al-Batuul, iaitu yang memusatkan perhatiannya kepada ibadah atau tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlak, adab, hasab dan nasab. Beliau adalah puteri yang paling dicintai Nabi s.a.w. sehingga Baginda pernah bersabda: ?Fatimah adalah darah dagingku, siapa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan siapa yang mengganggunya juga menggangguku.?Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang karena itu Fatimah Az-Zahra lebih dikenal daripada putri-putri Rasulullah yang lainnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah sebagai contoh dalam setiap ceramah Beliau, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata ” Apabila Fatimah Az-Zahra mencuri, niscaya akan kupotong tangannya dengan tanganku sendiri”.
Diriwayatkan bahwa ketika Fathimah az Zahra mengadukan keletihannya mengurusi pekerjaan rumah kepada ayahnya dan meminta kepada beliau supaya mendatangkan pebantu, Rasulullah Saw. menjawab : “Apakah engkau mau aku ajarkan kepadamu lebih baik daripada pembantu,lalu Rasul memberikan zikir penghilang capek. Maka saat hendak tidur bacalah : Allahuakbar (34x) Alhamdulillah(33x) Subhanallah(33x) Nah tasbih ini terkenal dengan sebutan tasbih Az Zahra.
Ada 5 keutamaan Tasbih az Zahra:
1. barang siapa yang rajin membaca tasbih ini maka ia tidak akan pernah menderita/gagal(dalam hidupnya)
2. barang siapa yang membaca tasbih ini setelah ia beristigfar maka Allah akan mengampuni dosanya 100x dalam lisan dan 1000x dalam perbuatan,dan ia telah membuat setan lari serta Allah menjadi ridha.
3. Tiada ibadah yang lebih baik daripada tasbih az Zahra. Andaikan ada sesuatu yang lebih baik daripada Tasbih Az Zahra niscaya Rasulullah akan menghadiahkannya kepada fatimah az Zahra.
4. Barang siapa membaca tasbih ini maka ia diliputi oleh ayat, “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama(Allha)” (QS.Al Alhzab[33]:35).
5. Barang siapa yang sholat fardhu sebanyak seratus kali diikuti dengan membaca La ilaha illallah makan Allah akan mengampuninya.
"Cita-citaku Bukan Sebatas Mimpi"
Setiap orang pasti mempunyai cita-cita dan mungkin
saat ini cita-cita yang kita inginkan sudah tercapai. Seperti aku pada saat
masih kecil dulu, dimana pada saat itu aku masih duduk dibangku sekolah dasar
dan masih terlihat lugu, guruku menanyakan apa cita-citaku, Sebenarnya aku
belum terlalu mengerti apa itu cita-cita ? Tapi dengan wajah polos dan suara
lantang aku menjawab pertanyaan guruku “saya mau jadi guru pak . . .”,
mendengar jawaban itu guruku hanya manggut-manggut dan mendoakan agar apa yang
aku cita-citakan bisa tercapai dan menjadi kenyataan. Walaupun sebenarnya pada
saat itu aku tersadar kalau aku tidak bisa berharap banyak dengan apa yang aku
cita-citakan akan tercapai, bagiku cita-citaku hanya sebuah mimpi yang belum
tentu bisa menjadi kenyataan, dan bagiku doa guruku hanya akan menjadi sebuah
khayalan.
Wajar saja jika aku beranggapan seperti itu, Kehidupan
keluargaku yang apa adanya, orang tuaku yang tidak pernah sekalipun menanyakan
apa cita-cita anaknya, orang tuaku yang beranggapan kalau cita-cita bukanlah
hal yang penting, yang paling penting bagi mereka adalah anak-anaknya bisa
membaca, menulis, menghitung, dan jika aku menceritakan cita-citaku, orang
tuaku tidak pernah menanggapi apa mauku. Maklum saja, orang tuaku hanya bekerja
sebagai buruh yang membawa potongan-potongan bambu, orang tuaku harus bekerja
hingga menjelang maghrib hanya untuk memenuhi kebutuhan keluargaku. Sulit
memang, tapi inilah kenyataan hidupku dan keluargaku, sedikit atau banyak kami
harus tetap bersyukur.
Walaupun sejujurnya, dalam menjalani hidup yang tidak
mudah seperti itu sempat menghilangkan
motivasi dan keyakinanku, aku berfikir untuk apa aku sekolah kalau
cita-citaku hanya bisa jadi mimpi-mimpiku ? sementara orang tuaku tidak pernah
mempedulikan pendidikanku, orang tuaku tidak pernah meyakini dan memotivasiku,
keadaan hiduppun selalu menekanku, mau jadi apa aku ? aku merasa putus asa dan
tidak mampu.
Tapi itu tidak bertahan lama, ada guruku yang selalu
memberikan motivasi dan keyakinan padaku. Guruku mengatakan padaku bahwa masih
banyak anak-anak yang hidupnya lebih sulit daripada aku, bahkan mereka tidak
bisa sekolah sepertiku jika mereka tidak ikut orang tuanya bekerja lebih dulu,
sedangkan aku masih bisa sekolah tanpa harus membantu orang tuaku bekerja
membawa potongan bambu. Guruku juga sempat bercerita padaku kisah tentang anak
seorang petani miskin yang sukses,
padahal kehidupannya sama saja sepertiku. Namun, ada hal lain yang membuat anak
petani miskin itu berbeda denganku, ia memiliki motivasi dan keyakinan untuk
tetap belajar dalam mencapai cita-citanya, sesulit apapun hidup keluarganya,
anak petani miskin itu tetap mau berusaha demi pendidikan dan cita-citanya.
Sedangkan aku tidak memiliki motivasi dan keyakinan seperti dirinya. Guruku
juga berpesan “Yakinlah nak, cita-citamu itu bukan sebatas mimpi, berusaha dan
yakinkanlah dirimu kalau kamu mampu mewujudkan cita-citamu, anggaplah
kesulitanmu saat ini sebagai penguji semangat belajarmu”.
Aku memahami perkataan guruku, aku berusaha mengubah
rasa putus asaku menjadi sebuah keyakinan kalau aku bisa mewujudkan
cita-citaku. Perubahan terjadi padaku, hidup miskin tidak pernah lagi
menyurutkan semangatku, walaupun kesekolah aku hanya bisa berjalan kaki dan
mengantongi uang seribu, aku tetap gigih bersama semangat belajarku, bagi
teman-temanku uang seribu tidak mungkin bisa mengenyangkan perutku, tapi bagiku
uang seribu tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan motivasiku, bagiku
“kenyang perut hanya sesaat dan bisa mengembalikan rasa lapar, tapi jika
kenyang ilmu, ilmu itu tidak akan pernah hilang dan bisa kugunakan kapan saja”.
Berkat motivasiku, hanya butuh waktu satu tahun lagi
cita-citaku akan menjadi kenyataan, berkat usahaku aku bisa melanjutkan
pendidikanku sampai kejenjang perkuliahan, kesulitan keluarga bukan lagi
penghambat bagiku dan kupastikan tahun depan aku akan menjadi seorang GURU.
Jumat, 29 Maret 2013
Cara Membahagiakan Orang Tua
(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)
Kecintaan kepada istri, tanpa disadari banyak menggiring suami ke bibir jurang petaka. Betapa banyak suami yang memusuhi orang tuanya demi membela istrinya. Betapa banyak suami yang berani menyeberangi batasan-batasan syariat karena terlalu menuruti keinginan istri. Malangnya, setelah hubungan kekerabatan berantakan, karir hancur, harta tak ada lagi yang tersisa, banyak suami yang belum juga menyadari kesalahannya.
Cinta kepada istri merupakan tabiat seorang insan dan merupakan anugerah Ilahi yang diberikan-Nya kepada sepasang insan yang menyatukan kata dan hati mereka dalam ikatan pernikahan.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Rum: 21)
Rasulullah n sebagai makhluk Allah I yang paling mulia dan sosok yang paling sempurna, dianugerahi rasa cinta kepada para istrinya, yang beliau nyatakan dalam sabdanya:
“Dicintakan kepadaku dari dunia kalian,1 para wanita (istri) dan minyak wangi, dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.”2
Namun yang disayangkan, terkadang rasa cinta itu membawa seorang suami kepada perbuatan yang tercela. Karena menuruti istri tercinta, ia rela memutuskan hubungan dengan orang tuanya. Ia berani melakukan korupsi di tempat kerjanya. Ia enggan untuk turun berjihad fi sabilillah ketika ada seruan jihad dari penguasa. Ia bahkan siap menempuh segala cara demi membahagiakan istri tercinta walaupun harus melanggar larangan Allah I. Jika sudah seperti ini keadaannya, berarti cintanya itu membawa madharat baginya. Ia telah terfitnah dengan istrinya. Yang lebih berbahaya lagi bila cinta kepada istri lebih dia dahulukan dari segala hal. Bahkan lebih dia dahulukan daripada Allah I, Rasul-Nya dan agama-Nya. Padahal Allah I telah mengancam dalam firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24)
Karena adanya dampak cinta yang berlebihan seperti inilah, Allah I nyatakan bahwa di antara istri dan anak, ada yang menjadi musuh bagi seseorang dalam status dia sebagai suami atau sebagai ayah. Allah I berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.” (At-Taghabun: 14)
Musuh di sini dalam arti si istri atau si anak dapat melalaikan sang suami atau sang ayah dari melakukan amal shalih. Sebagaimana firman Allah I:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan jangan pula anak-anak kalian melalaikan kalian dari berdzikir/mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Mujahid berkata tentang firman Allah I:
“Sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.” Yakni, cinta seorang lelaki/suami kepada istrinya membawanya untuk memutus-kan silaturahim atau bermaksiat kepada Rabbnya. Si suami tidak mampu berbuat apa-apa karena cintanya kepada si istri kecuali sekedar menuruti istrinya.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 8/111)
Beliau juga berkata: “Kecintaan kepada istri dan anak membawa mereka untuk mengambil penghasilan yang haram, lalu diberikan kepada orang-orang yang dicintai ini.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/94)
Selain itu, istri dan anak dapat memaling-kan mereka dari jalan Allah I dan membuat mereka lamban untuk taat kepada Allah I. (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur`an, 12/116)
Al-Imam Al-Qurthubi t mengatakan: “Ayat ini umum, meliputi seluruh maksiat yang dilakukan seseorang karena istri dan anak.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/93-94)
Setelah mengingatkan keberadaan mereka sebagai musuh, Allah I memerintahkan: (maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka). Berhati-hati di sini, kata Ibnu Zaid, adalah berhati-hati menjaga agama kalian. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 8/111)
Al-Imam Al-Qurthubi t mengatakan: “Berhati-hatinya kalian dalam menjaga diri kalian disebabkan dua hal. Bisa jadi karena mereka akan membuat kemudaratan/bahaya pada jasmani, bisa pula kemadharatan pada agama. Kemudaratan tubuh berkaitan dengan dunia, sedangkan kemudaratan pada agama berkaitan dengan akhirat.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/94)
Lantas, bagaimana bisa seorang istri yang merupakan teman hidup yang selalu menemani dan mendampingi, dinyatakan sebagai musuh? Dalam hal ini, Al-Qadhi Abu Bakr ibnul ‘Arabi t telah menerangkan: “Yang namanya musuh tidaklah mesti diri/individunya sebagai musuh. Namun dia menjadi musuh karena perbuatannya. Dengan demikian, apabila istri dan anak berperilaku seperti musuh, jadilah ia sebagai musuh. Dan tidak ada perbuatan yang lebih jelek daripada menghalangi seorang hamba dari ketaatan kepada Allah I.” (Ahkamul Qur`an, 4/1818)
Di dalam tafsirnya terhadap ayat di atas, Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t berkata: “Ini merupakan peringatan dari Allah I kepada kaum mukminin agar tidak tertipu dan terpedaya oleh istri dan anak-anak, karena sebagian mereka merupakan musuh bagi kalian. Yang namanya musuh, ia menginginkan kejelekan bagimu. Dan tugasmu adalah berhati-hati dari orang yang bersifat demikian. Sementara jiwa itu memang tercipta untuk mencintai istri dan anak-anak. Maka Allah I menasehati hamba-hamba-Nya agar kecintaan itu tidak sampai membuat mereka terikat dengan tuntutan istri dan anak-anak, sementara tuntutan itu mengandung perkara yang dilarang secara syar’i. Allah I menekankan mereka untuk berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya, dengan menjanjikan apa yang ada di sisi-Nya berupa pahala yang besar yang mencakup tuntutan yang tinggi dan cinta yang mahal. Juga agar mereka lebih mementingkan akhirat daripada dunia yang fana yang akan berakhir.
Karena menaati istri dan anak-anak menimbulkan kemudaratan bagi seorang hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi memunculkan anggapan bahwa istri dan anak-anak hendaknya disikapi secara keras, serta harus diberikan hukuman kepada mereka. Namun ternyata, Allah I hanya memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka, memaafkan mereka, tidak menghukum mereka. Karena dalam pemaaafan ada kemaslahatan/kebaikan yang tidak terbatas. Allah I berfirman:
“Dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun: 14) [Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 868]
Demikianlah keberadaan seorang wanita, baik statusnya sebagai istri atau bukan, merupakan fitnah terbesar bagi lelaki. Karena itulah Allah I mendahulukan penyebutan wanita ketika mengurutkan kecintaan kepada syahwat (kesenangan yang diinginkan dari dunia).
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)
Al-Hafizh Ibnu Katsir t berkata: “Allah I mengabarkan tentang perkara yang dijadikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia ini berupa ragam kelezatan, dari wanita, anak-anak, dan selainnya. Allah I memulai penyebutan wanita karena fitnahnya yang paling besar. Sebagaimana dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah n bersabda:
“Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang paling berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.”3 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/15)
Mungkin timbul pertanyaan, bila istri dapat menjadi musuh bagi suaminya, apakah juga berlaku sebaliknya, suami dapat menjadi musuh bagi istrinya?
Al-Qadhi Ibnul ‘Arabi t menjawab permasalahan ini: “Sebagaimana seorang lelaki/suami memiliki musuh dari kalangan anak dan istrinya, demikian pula wanita/istri. Suami dan anaknya dapat menjadi musuh baginya dengan makna yang sama. Firman Allah I: (di antara istri-istri kalian atau pasangan hidup kalian) ini sifatnya umum, masuk di dalamnya lelaki (suami) dan wanita (istri) karena keduanya tercakup dalam seluruh ayat.” (Ahkamul Qur`an, 4/1818)
Dengan demikian, janganlah kecintaan seorang suami kepada istrinya dan sebaliknya kecintaan istri kepada suaminya membawa keduanya untuk melanggar larangan Allah I, berbuat maksiat, menghalalkan apa yang Allah I haramkan atau sebaliknya, mengharamkan untu k dirinya apa yang Allah I halalkan karena ingin mencari keridhaan pasangannya. Nabi kita yang mulia n pernah ditegur oleh Allah I ketika beliau sempat mengharamkan apa yang Allah I halalkan karena ingin mencari keridhaan istri-istri beliau.4 Allah I abadikan hal itu dalam Al-Qur`an:
“Wahai Nabi, mengapa engkau mengha-ramkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu5, karena engkau mencari keridhaan (kesenangan hati) istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Tahrim: 1)
Nasehat kepada Istri
Karena engkau –wahai seorang istri– dapat menjadi fitnah bagi suamimu, maka bertakwalah kepada Allah I. Jangan sampai engkau menjadi musuh dalam selimut baginya. Jangan engkau jerat dia atas nama cinta, hingga ia terjaring dan tak dapat lepas darinya. Akibatnya, yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana mencari ridhamu, mengikuti kemauanmu, walaupun hal itu bertentangan dengan syariat.
Bertakwalah engkau kepada Allah I. Jadilah istri yang shalihah dengan membantu suamimu agar selalu taat kepada Allah I dan Rasul-Nya. Semestinya engkau tidak suka bila ia melakukan perkara yang melanggar syar’i karena ingin menyenangkan hatimu. Keberada-anmu di sisinya, sebagai teman hidupnya, jangan menjadi penghalang baginya untuk menjadi hamba yang bertakwa dan menjadi anak yang shalih bagi kedua orang tuanya.
Cintaiah suamimu, syukurilah dengan cara engkau semakin taat kepada Allah I, menunaikan kewajibanmu dengan sebaik mungkin, dan mencurahkan segala kemampuan-mu untuk memenuhi haknya sebagai suami.
Zuhud terhadap dunia, jangan engkau abaikan. Sehingga engkau tidak menuntut suamimu agar memenuhi kenikmatan dunia yang engkau idamkan. Pautkan selalu hatimu dengan darul akhirat agar engkau tidak menghamba pada dunia yang tidak kekal.
Catatan Akhir
Al-Imam At-Tirmidzi t dalam Sunan-nya (no. 3317) membawakan asbabun nuzul (sebab turunnya) surah At-Taghabun ayat 14 di atas, dari riwayat Ibnu ‘Abbas c. Tatkala ada yang bertanya kepada Ibnu ‘Abbas c tentang ayat ini, beliau menyatakan: “Mereka adalah orang-orang yang telah berislam dari penduduk Makkah dan mereka ingin menda-tangi Nabi I, namun istri dan anak mereka enggan ditinggalkan mereka. Ketika mereka pada akhirnya mendatangi Rasulullah I, mereka melihat orang-orang yang lebih dahulu berhijrah telah tafaqquh fid dien (mendalami agama), mereka pun berkeinginan untuk memberi hukuman kepada istri dan anak-anak mereka. Allah I lalu menurunkan ayat6:
Namun riwayat asbabun nuzul ini dha’if (lemah) sebagaimana dinyatakan oleh Asy-Syaikh Al-’Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t, dalam karya beliau Ash-Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul (hal. 249).
Demikianlah. Semoga Allah I memberi taufik kepada kita untuk selalu mencari keridhaan-Nya. Amin.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Catatan Kaki:
1 Tiga perkara ini (wanita, minyak wangi, dan shalat) dinyatakan termasuk dari dunia, maknanya: ketiganya ada di dunia. Kesimpulannya, beliau menyatakan bahwa dicintakan kepada beliau di alam ini tiga perkara, dua yang awal (wanita dan minyak wangi) termasuk perkara tabiat duniawi sedangkan yang ketiga (shalat) termasuk perkara agama. (Catatan kaki Misykatul Mashabih, 4/1957, yang diringkas dari Al-Lam’at, Abdul Haq Ad-Dahlawi)
2 HR. Ahmad (3/128, 199, 285), An-Nasa’i (no. 3939) kitab ‘Isyratun Nisa` bab Hubbun Nisa`. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, 1/82.
3 HR. Al-Bukhari dan Muslim
4 Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah n terjaga dari terus berbuat dosa. Ketika beliau jatuh dalam kesalahan sebagaimana wajarnya seorang manusia, Allah I segera menegur Nabi-Nya sebagai penjagaan dari Allah I kepada beliau. Sehingga beliau pun bertaubat dari kesalahannya.
5 Yakni Nabi n sempat mengharamkan madu atau mengharamkan Mariyah budak beliau.
6 Dan terhadap keinginan mereka untuk menghukum istri dan anak-anak mereka, Allah I menyatakan:
“Dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun: 14)
Allah I memerintahkan mereka untuk memaafkan istri dan anak-anak mereka. (Ma‘alimut Tanzil, 4/324)
Kecintaan kepada istri, tanpa disadari banyak menggiring suami ke bibir jurang petaka. Betapa banyak suami yang memusuhi orang tuanya demi membela istrinya. Betapa banyak suami yang berani menyeberangi batasan-batasan syariat karena terlalu menuruti keinginan istri. Malangnya, setelah hubungan kekerabatan berantakan, karir hancur, harta tak ada lagi yang tersisa, banyak suami yang belum juga menyadari kesalahannya.
Cinta kepada istri merupakan tabiat seorang insan dan merupakan anugerah Ilahi yang diberikan-Nya kepada sepasang insan yang menyatukan kata dan hati mereka dalam ikatan pernikahan.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Rum: 21)
Rasulullah n sebagai makhluk Allah I yang paling mulia dan sosok yang paling sempurna, dianugerahi rasa cinta kepada para istrinya, yang beliau nyatakan dalam sabdanya:
“Dicintakan kepadaku dari dunia kalian,1 para wanita (istri) dan minyak wangi, dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.”2
Namun yang disayangkan, terkadang rasa cinta itu membawa seorang suami kepada perbuatan yang tercela. Karena menuruti istri tercinta, ia rela memutuskan hubungan dengan orang tuanya. Ia berani melakukan korupsi di tempat kerjanya. Ia enggan untuk turun berjihad fi sabilillah ketika ada seruan jihad dari penguasa. Ia bahkan siap menempuh segala cara demi membahagiakan istri tercinta walaupun harus melanggar larangan Allah I. Jika sudah seperti ini keadaannya, berarti cintanya itu membawa madharat baginya. Ia telah terfitnah dengan istrinya. Yang lebih berbahaya lagi bila cinta kepada istri lebih dia dahulukan dari segala hal. Bahkan lebih dia dahulukan daripada Allah I, Rasul-Nya dan agama-Nya. Padahal Allah I telah mengancam dalam firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24)
Karena adanya dampak cinta yang berlebihan seperti inilah, Allah I nyatakan bahwa di antara istri dan anak, ada yang menjadi musuh bagi seseorang dalam status dia sebagai suami atau sebagai ayah. Allah I berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.” (At-Taghabun: 14)
Musuh di sini dalam arti si istri atau si anak dapat melalaikan sang suami atau sang ayah dari melakukan amal shalih. Sebagaimana firman Allah I:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan jangan pula anak-anak kalian melalaikan kalian dari berdzikir/mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Mujahid berkata tentang firman Allah I:
“Sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.” Yakni, cinta seorang lelaki/suami kepada istrinya membawanya untuk memutus-kan silaturahim atau bermaksiat kepada Rabbnya. Si suami tidak mampu berbuat apa-apa karena cintanya kepada si istri kecuali sekedar menuruti istrinya.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 8/111)
Beliau juga berkata: “Kecintaan kepada istri dan anak membawa mereka untuk mengambil penghasilan yang haram, lalu diberikan kepada orang-orang yang dicintai ini.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/94)
Selain itu, istri dan anak dapat memaling-kan mereka dari jalan Allah I dan membuat mereka lamban untuk taat kepada Allah I. (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur`an, 12/116)
Al-Imam Al-Qurthubi t mengatakan: “Ayat ini umum, meliputi seluruh maksiat yang dilakukan seseorang karena istri dan anak.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/93-94)
Setelah mengingatkan keberadaan mereka sebagai musuh, Allah I memerintahkan: (maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka). Berhati-hati di sini, kata Ibnu Zaid, adalah berhati-hati menjaga agama kalian. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 8/111)
Al-Imam Al-Qurthubi t mengatakan: “Berhati-hatinya kalian dalam menjaga diri kalian disebabkan dua hal. Bisa jadi karena mereka akan membuat kemudaratan/bahaya pada jasmani, bisa pula kemadharatan pada agama. Kemudaratan tubuh berkaitan dengan dunia, sedangkan kemudaratan pada agama berkaitan dengan akhirat.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/94)
Lantas, bagaimana bisa seorang istri yang merupakan teman hidup yang selalu menemani dan mendampingi, dinyatakan sebagai musuh? Dalam hal ini, Al-Qadhi Abu Bakr ibnul ‘Arabi t telah menerangkan: “Yang namanya musuh tidaklah mesti diri/individunya sebagai musuh. Namun dia menjadi musuh karena perbuatannya. Dengan demikian, apabila istri dan anak berperilaku seperti musuh, jadilah ia sebagai musuh. Dan tidak ada perbuatan yang lebih jelek daripada menghalangi seorang hamba dari ketaatan kepada Allah I.” (Ahkamul Qur`an, 4/1818)
Di dalam tafsirnya terhadap ayat di atas, Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t berkata: “Ini merupakan peringatan dari Allah I kepada kaum mukminin agar tidak tertipu dan terpedaya oleh istri dan anak-anak, karena sebagian mereka merupakan musuh bagi kalian. Yang namanya musuh, ia menginginkan kejelekan bagimu. Dan tugasmu adalah berhati-hati dari orang yang bersifat demikian. Sementara jiwa itu memang tercipta untuk mencintai istri dan anak-anak. Maka Allah I menasehati hamba-hamba-Nya agar kecintaan itu tidak sampai membuat mereka terikat dengan tuntutan istri dan anak-anak, sementara tuntutan itu mengandung perkara yang dilarang secara syar’i. Allah I menekankan mereka untuk berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya, dengan menjanjikan apa yang ada di sisi-Nya berupa pahala yang besar yang mencakup tuntutan yang tinggi dan cinta yang mahal. Juga agar mereka lebih mementingkan akhirat daripada dunia yang fana yang akan berakhir.
Karena menaati istri dan anak-anak menimbulkan kemudaratan bagi seorang hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi memunculkan anggapan bahwa istri dan anak-anak hendaknya disikapi secara keras, serta harus diberikan hukuman kepada mereka. Namun ternyata, Allah I hanya memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka, memaafkan mereka, tidak menghukum mereka. Karena dalam pemaaafan ada kemaslahatan/kebaikan yang tidak terbatas. Allah I berfirman:
“Dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun: 14) [Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 868]
Demikianlah keberadaan seorang wanita, baik statusnya sebagai istri atau bukan, merupakan fitnah terbesar bagi lelaki. Karena itulah Allah I mendahulukan penyebutan wanita ketika mengurutkan kecintaan kepada syahwat (kesenangan yang diinginkan dari dunia).
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)
Al-Hafizh Ibnu Katsir t berkata: “Allah I mengabarkan tentang perkara yang dijadikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia ini berupa ragam kelezatan, dari wanita, anak-anak, dan selainnya. Allah I memulai penyebutan wanita karena fitnahnya yang paling besar. Sebagaimana dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah n bersabda:
“Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang paling berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.”3 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/15)
Mungkin timbul pertanyaan, bila istri dapat menjadi musuh bagi suaminya, apakah juga berlaku sebaliknya, suami dapat menjadi musuh bagi istrinya?
Al-Qadhi Ibnul ‘Arabi t menjawab permasalahan ini: “Sebagaimana seorang lelaki/suami memiliki musuh dari kalangan anak dan istrinya, demikian pula wanita/istri. Suami dan anaknya dapat menjadi musuh baginya dengan makna yang sama. Firman Allah I: (di antara istri-istri kalian atau pasangan hidup kalian) ini sifatnya umum, masuk di dalamnya lelaki (suami) dan wanita (istri) karena keduanya tercakup dalam seluruh ayat.” (Ahkamul Qur`an, 4/1818)
Dengan demikian, janganlah kecintaan seorang suami kepada istrinya dan sebaliknya kecintaan istri kepada suaminya membawa keduanya untuk melanggar larangan Allah I, berbuat maksiat, menghalalkan apa yang Allah I haramkan atau sebaliknya, mengharamkan untu k dirinya apa yang Allah I halalkan karena ingin mencari keridhaan pasangannya. Nabi kita yang mulia n pernah ditegur oleh Allah I ketika beliau sempat mengharamkan apa yang Allah I halalkan karena ingin mencari keridhaan istri-istri beliau.4 Allah I abadikan hal itu dalam Al-Qur`an:
“Wahai Nabi, mengapa engkau mengha-ramkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu5, karena engkau mencari keridhaan (kesenangan hati) istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Tahrim: 1)
Nasehat kepada Istri
Karena engkau –wahai seorang istri– dapat menjadi fitnah bagi suamimu, maka bertakwalah kepada Allah I. Jangan sampai engkau menjadi musuh dalam selimut baginya. Jangan engkau jerat dia atas nama cinta, hingga ia terjaring dan tak dapat lepas darinya. Akibatnya, yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana mencari ridhamu, mengikuti kemauanmu, walaupun hal itu bertentangan dengan syariat.
Bertakwalah engkau kepada Allah I. Jadilah istri yang shalihah dengan membantu suamimu agar selalu taat kepada Allah I dan Rasul-Nya. Semestinya engkau tidak suka bila ia melakukan perkara yang melanggar syar’i karena ingin menyenangkan hatimu. Keberada-anmu di sisinya, sebagai teman hidupnya, jangan menjadi penghalang baginya untuk menjadi hamba yang bertakwa dan menjadi anak yang shalih bagi kedua orang tuanya.
Cintaiah suamimu, syukurilah dengan cara engkau semakin taat kepada Allah I, menunaikan kewajibanmu dengan sebaik mungkin, dan mencurahkan segala kemampuan-mu untuk memenuhi haknya sebagai suami.
Zuhud terhadap dunia, jangan engkau abaikan. Sehingga engkau tidak menuntut suamimu agar memenuhi kenikmatan dunia yang engkau idamkan. Pautkan selalu hatimu dengan darul akhirat agar engkau tidak menghamba pada dunia yang tidak kekal.
Catatan Akhir
Al-Imam At-Tirmidzi t dalam Sunan-nya (no. 3317) membawakan asbabun nuzul (sebab turunnya) surah At-Taghabun ayat 14 di atas, dari riwayat Ibnu ‘Abbas c. Tatkala ada yang bertanya kepada Ibnu ‘Abbas c tentang ayat ini, beliau menyatakan: “Mereka adalah orang-orang yang telah berislam dari penduduk Makkah dan mereka ingin menda-tangi Nabi I, namun istri dan anak mereka enggan ditinggalkan mereka. Ketika mereka pada akhirnya mendatangi Rasulullah I, mereka melihat orang-orang yang lebih dahulu berhijrah telah tafaqquh fid dien (mendalami agama), mereka pun berkeinginan untuk memberi hukuman kepada istri dan anak-anak mereka. Allah I lalu menurunkan ayat6:
Namun riwayat asbabun nuzul ini dha’if (lemah) sebagaimana dinyatakan oleh Asy-Syaikh Al-’Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t, dalam karya beliau Ash-Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul (hal. 249).
Demikianlah. Semoga Allah I memberi taufik kepada kita untuk selalu mencari keridhaan-Nya. Amin.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Catatan Kaki:
1 Tiga perkara ini (wanita, minyak wangi, dan shalat) dinyatakan termasuk dari dunia, maknanya: ketiganya ada di dunia. Kesimpulannya, beliau menyatakan bahwa dicintakan kepada beliau di alam ini tiga perkara, dua yang awal (wanita dan minyak wangi) termasuk perkara tabiat duniawi sedangkan yang ketiga (shalat) termasuk perkara agama. (Catatan kaki Misykatul Mashabih, 4/1957, yang diringkas dari Al-Lam’at, Abdul Haq Ad-Dahlawi)
2 HR. Ahmad (3/128, 199, 285), An-Nasa’i (no. 3939) kitab ‘Isyratun Nisa` bab Hubbun Nisa`. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, 1/82.
3 HR. Al-Bukhari dan Muslim
4 Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah n terjaga dari terus berbuat dosa. Ketika beliau jatuh dalam kesalahan sebagaimana wajarnya seorang manusia, Allah I segera menegur Nabi-Nya sebagai penjagaan dari Allah I kepada beliau. Sehingga beliau pun bertaubat dari kesalahannya.
5 Yakni Nabi n sempat mengharamkan madu atau mengharamkan Mariyah budak beliau.
6 Dan terhadap keinginan mereka untuk menghukum istri dan anak-anak mereka, Allah I menyatakan:
“Dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun: 14)
Allah I memerintahkan mereka untuk memaafkan istri dan anak-anak mereka. (Ma‘alimut Tanzil, 4/324)
Langganan:
Postingan (Atom)