Sabtu, 30 Maret 2013

Zikir Khusus cewek ala Fathimah az Zahra :)

Siapa sieh yang tidak kenal Fatimah Az Zahra? hmm Fathimah Az-Zahra` a.s. adalah putri keempat pasangan Rasulullah SAW dan Khadijah Al-Kubra.Beliau juga digelari Al-Batuul, iaitu yang memusatkan perhatiannya kepada ibadah atau tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlak, adab, hasab dan nasab. Beliau adalah puteri yang paling dicintai Nabi s.a.w. sehingga Baginda pernah bersabda: ?Fatimah adalah darah dagingku, siapa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan siapa yang mengganggunya juga menggangguku.?Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang karena itu Fatimah Az-Zahra lebih dikenal daripada putri-putri Rasulullah yang lainnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah sebagai contoh dalam setiap ceramah Beliau, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata ” Apabila Fatimah Az-Zahra mencuri, niscaya akan kupotong tangannya dengan tanganku sendiri”.

 

Diriwayatkan bahwa ketika Fathimah az Zahra mengadukan keletihannya mengurusi pekerjaan rumah kepada ayahnya dan meminta kepada beliau supaya mendatangkan pebantu, Rasulullah Saw. menjawab : “Apakah engkau mau aku ajarkan kepadamu lebih baik daripada pembantu,lalu Rasul memberikan zikir penghilang capek. Maka saat hendak tidur bacalah : Allahuakbar (34x) Alhamdulillah(33x) Subhanallah(33x) Nah tasbih ini terkenal dengan sebutan tasbih Az Zahra.

Ada 5 keutamaan Tasbih az Zahra:

1. barang siapa yang rajin membaca tasbih ini maka ia tidak akan  pernah menderita/gagal(dalam hidupnya)

2. barang siapa yang membaca tasbih ini setelah ia beristigfar maka Allah akan mengampuni dosanya 100x dalam lisan dan 1000x dalam perbuatan,dan ia telah membuat setan lari serta Allah menjadi ridha.

3. Tiada ibadah yang lebih baik daripada tasbih az Zahra. Andaikan ada sesuatu yang lebih baik daripada Tasbih Az Zahra niscaya Rasulullah akan menghadiahkannya kepada fatimah az Zahra.

4. Barang siapa membaca tasbih ini maka ia diliputi oleh ayat, “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama(Allha)” (QS.Al Alhzab[33]:35).

5. Barang siapa yang sholat fardhu sebanyak seratus kali diikuti dengan membaca La ilaha illallah makan Allah akan mengampuninya.

 

"Cita-citaku Bukan Sebatas Mimpi"

Setiap orang pasti mempunyai cita-cita dan mungkin saat ini cita-cita yang kita inginkan sudah tercapai. Seperti aku pada saat masih kecil dulu, dimana pada saat itu aku masih duduk dibangku sekolah dasar dan masih terlihat lugu, guruku menanyakan apa cita-citaku, Sebenarnya aku belum terlalu mengerti apa itu cita-cita ? Tapi dengan wajah polos dan suara lantang aku menjawab pertanyaan guruku “saya mau jadi guru pak . . .”, mendengar jawaban itu guruku hanya manggut-manggut dan mendoakan agar apa yang aku cita-citakan bisa tercapai dan menjadi kenyataan. Walaupun sebenarnya pada saat itu aku tersadar kalau aku tidak bisa berharap banyak dengan apa yang aku cita-citakan akan tercapai, bagiku cita-citaku hanya sebuah mimpi yang belum tentu bisa menjadi kenyataan, dan bagiku doa guruku hanya akan menjadi sebuah khayalan.
Wajar saja jika aku beranggapan seperti itu, Kehidupan keluargaku yang apa adanya, orang tuaku yang tidak pernah sekalipun menanyakan apa cita-cita anaknya, orang tuaku yang beranggapan kalau cita-cita bukanlah hal yang penting, yang paling penting bagi mereka adalah anak-anaknya bisa membaca, menulis, menghitung, dan jika aku menceritakan cita-citaku, orang tuaku tidak pernah menanggapi apa mauku. Maklum saja, orang tuaku hanya bekerja sebagai buruh yang membawa potongan-potongan bambu, orang tuaku harus bekerja hingga menjelang maghrib hanya untuk memenuhi kebutuhan keluargaku. Sulit memang, tapi inilah kenyataan hidupku dan keluargaku, sedikit atau banyak kami harus tetap bersyukur.
Walaupun sejujurnya, dalam menjalani hidup yang tidak mudah seperti itu sempat menghilangkan  motivasi dan keyakinanku, aku berfikir untuk apa aku sekolah kalau cita-citaku hanya bisa jadi mimpi-mimpiku ? sementara orang tuaku tidak pernah mempedulikan pendidikanku, orang tuaku tidak pernah meyakini dan memotivasiku, keadaan hiduppun selalu menekanku, mau jadi apa aku ? aku merasa putus asa dan tidak mampu.
Tapi itu tidak bertahan lama, ada guruku yang selalu memberikan motivasi dan keyakinan padaku. Guruku mengatakan padaku bahwa masih banyak anak-anak yang hidupnya lebih sulit daripada aku, bahkan mereka tidak bisa sekolah sepertiku jika mereka tidak ikut orang tuanya bekerja lebih dulu, sedangkan aku masih bisa sekolah tanpa harus membantu orang tuaku bekerja membawa potongan bambu. Guruku juga sempat bercerita padaku kisah tentang anak seorang petani miskin  yang sukses, padahal kehidupannya sama saja sepertiku. Namun, ada hal lain yang membuat anak petani miskin itu berbeda denganku, ia memiliki motivasi dan keyakinan untuk tetap belajar dalam mencapai cita-citanya, sesulit apapun hidup keluarganya, anak petani miskin itu tetap mau berusaha demi pendidikan dan cita-citanya. Sedangkan aku tidak memiliki motivasi dan keyakinan seperti dirinya. Guruku juga berpesan “Yakinlah nak, cita-citamu itu bukan sebatas mimpi, berusaha dan yakinkanlah dirimu kalau kamu mampu mewujudkan cita-citamu, anggaplah kesulitanmu saat ini sebagai penguji semangat belajarmu”.
Aku memahami perkataan guruku, aku berusaha mengubah rasa putus asaku menjadi sebuah keyakinan kalau aku bisa mewujudkan cita-citaku. Perubahan terjadi padaku, hidup miskin tidak pernah lagi menyurutkan semangatku, walaupun kesekolah aku hanya bisa berjalan kaki dan mengantongi uang seribu, aku tetap gigih bersama semangat belajarku, bagi teman-temanku uang seribu tidak mungkin bisa mengenyangkan perutku, tapi bagiku uang seribu tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan motivasiku, bagiku “kenyang perut hanya sesaat dan bisa mengembalikan rasa lapar, tapi jika kenyang ilmu, ilmu itu tidak akan pernah hilang dan bisa kugunakan kapan saja”.
Berkat motivasiku, hanya butuh waktu satu tahun lagi cita-citaku akan menjadi kenyataan, berkat usahaku aku bisa melanjutkan pendidikanku sampai kejenjang perkuliahan, kesulitan keluarga bukan lagi penghambat bagiku dan kupastikan tahun depan aku akan menjadi seorang GURU.

Jumat, 29 Maret 2013

Cara Membahagiakan Orang Tua

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)
Kecintaan kepada istri, tanpa disadari banyak menggiring suami ke bibir jurang petaka. Betapa banyak suami yang memusuhi orang tuanya demi membela istrinya. Betapa banyak suami yang berani menyeberangi batasan-batasan syariat karena terlalu menuruti keinginan istri. Malangnya, setelah hubungan kekerabatan berantakan, karir hancur, harta tak ada lagi yang tersisa, banyak suami yang belum juga menyadari kesalahannya.
Cinta kepada istri merupakan tabiat seorang insan dan merupakan anugerah Ilahi yang diberikan-Nya kepada sepasang insan yang menyatukan kata dan hati mereka dalam ikatan pernikahan.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Rum: 21)
Rasulullah n sebagai makhluk Allah I yang paling mulia dan sosok yang paling sempurna, dianugerahi rasa cinta kepada para istrinya, yang beliau nyatakan dalam sabdanya:
“Dicintakan kepadaku dari dunia kalian,1 para wanita (istri) dan minyak wangi, dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.”2
Namun yang disayangkan, terkadang rasa cinta itu membawa seorang suami kepada perbuatan yang tercela. Karena menuruti istri tercinta, ia rela memutuskan hubungan dengan orang tuanya. Ia berani melakukan korupsi di tempat kerjanya. Ia enggan untuk turun berjihad fi sabilillah ketika ada seruan jihad dari penguasa. Ia bahkan siap menempuh segala cara demi membahagiakan istri tercinta walaupun harus melanggar larangan Allah I. Jika sudah seperti ini keadaannya, berarti cintanya itu membawa madharat baginya. Ia telah terfitnah dengan istrinya. Yang lebih berbahaya lagi bila cinta kepada istri lebih dia dahulukan dari segala hal. Bahkan lebih dia dahulukan daripada Allah I, Rasul-Nya dan agama-Nya. Padahal Allah I telah mengancam dalam firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24)
Karena adanya dampak cinta yang berlebihan seperti inilah, Allah I nyatakan bahwa di antara istri dan anak, ada yang menjadi musuh bagi seseorang dalam status dia sebagai suami atau sebagai ayah. Allah I berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.” (At-Taghabun: 14)
Musuh di sini dalam arti si istri atau si anak dapat melalaikan sang suami atau sang ayah dari melakukan amal shalih. Sebagaimana firman Allah I:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan jangan pula anak-anak kalian melalaikan kalian dari berdzikir/mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Mujahid berkata tentang firman Allah I:
“Sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka.” Yakni, cinta seorang lelaki/suami kepada istrinya membawanya untuk memutus-kan silaturahim atau bermaksiat kepada Rabbnya. Si suami tidak mampu berbuat apa-apa karena cintanya kepada si istri kecuali sekedar menuruti istrinya.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 8/111)
Beliau juga berkata: “Kecintaan kepada istri dan anak membawa mereka untuk mengambil penghasilan yang haram, lalu diberikan kepada orang-orang yang dicintai ini.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/94)
Selain itu, istri dan anak dapat memaling-kan mereka dari jalan Allah I dan membuat mereka lamban untuk taat kepada Allah I. (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur`an, 12/116)
Al-Imam Al-Qurthubi t mengatakan: “Ayat ini umum, meliputi seluruh maksiat yang dilakukan seseorang karena istri dan anak.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/93-94)
Setelah mengingatkan keberadaan mereka sebagai musuh, Allah I memerintahkan:  (maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka). Berhati-hati di sini, kata Ibnu Zaid, adalah berhati-hati menjaga agama kalian. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 8/111)
Al-Imam Al-Qurthubi t mengatakan: “Berhati-hatinya kalian dalam menjaga diri kalian disebabkan dua hal. Bisa jadi karena mereka akan membuat kemudaratan/bahaya pada jasmani, bisa pula kemadharatan pada agama. Kemudaratan tubuh berkaitan dengan dunia, sedangkan kemudaratan pada agama berkaitan dengan akhirat.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 18/94)
Lantas, bagaimana bisa seorang istri yang merupakan teman hidup yang selalu menemani dan mendampingi, dinyatakan sebagai musuh? Dalam hal ini, Al-Qadhi Abu Bakr ibnul ‘Arabi t telah menerangkan: “Yang namanya musuh tidaklah mesti diri/individunya sebagai musuh. Namun dia menjadi musuh karena perbuatannya. Dengan demikian, apabila istri dan anak berperilaku seperti musuh, jadilah ia sebagai musuh. Dan tidak ada perbuatan yang lebih jelek daripada menghalangi seorang hamba dari ketaatan kepada Allah I.” (Ahkamul Qur`an, 4/1818)
Di dalam tafsirnya terhadap ayat di atas, Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t berkata: “Ini merupakan peringatan dari Allah I kepada kaum mukminin agar tidak tertipu dan terpedaya oleh istri dan anak-anak, karena sebagian mereka merupakan musuh bagi kalian. Yang namanya musuh, ia menginginkan kejelekan bagimu. Dan tugasmu adalah berhati-hati dari orang yang bersifat demikian. Sementara jiwa itu memang tercipta untuk mencintai istri dan anak-anak. Maka Allah I menasehati hamba-hamba-Nya agar kecintaan itu tidak sampai membuat mereka terikat dengan tuntutan istri dan anak-anak, sementara tuntutan itu mengandung perkara yang dilarang secara syar’i. Allah I menekankan mereka untuk berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya, dengan menjanjikan apa yang ada di sisi-Nya berupa pahala yang besar yang mencakup tuntutan yang tinggi dan cinta yang mahal. Juga agar mereka lebih mementingkan akhirat daripada dunia yang fana yang akan berakhir.
Karena menaati istri dan anak-anak menimbulkan kemudaratan bagi seorang hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi memunculkan anggapan bahwa istri dan anak-anak hendaknya disikapi secara keras, serta harus diberikan hukuman kepada mereka. Namun ternyata, Allah I hanya memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka, memaafkan mereka, tidak menghukum mereka. Karena dalam pemaaafan ada kemaslahatan/kebaikan yang tidak terbatas. Allah I berfirman:
“Dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun: 14) [Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 868]
Demikianlah keberadaan seorang wanita, baik statusnya sebagai istri atau bukan, merupakan fitnah terbesar bagi lelaki. Karena itulah Allah I mendahulukan penyebutan wanita ketika mengurutkan kecintaan kepada syahwat (kesenangan yang diinginkan dari dunia).
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)
Al-Hafizh Ibnu Katsir t berkata: “Allah I mengabarkan tentang perkara yang dijadikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia ini berupa ragam kelezatan, dari wanita, anak-anak, dan selainnya. Allah I memulai penyebutan wanita karena fitnahnya yang paling besar. Sebagaimana dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah n bersabda:
“Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang paling berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.”3 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/15)
Mungkin timbul pertanyaan, bila istri dapat menjadi musuh bagi suaminya, apakah juga berlaku sebaliknya, suami dapat menjadi musuh bagi istrinya?
Al-Qadhi Ibnul ‘Arabi t menjawab permasalahan ini: “Sebagaimana seorang lelaki/suami memiliki musuh dari kalangan anak dan istrinya, demikian pula wanita/istri. Suami dan anaknya dapat menjadi musuh baginya dengan makna yang sama. Firman Allah I:  (di antara istri-istri kalian atau pasangan hidup kalian) ini sifatnya umum, masuk di dalamnya lelaki (suami) dan wanita (istri) karena keduanya tercakup dalam seluruh ayat.” (Ahkamul Qur`an, 4/1818)
Dengan demikian, janganlah kecintaan seorang suami kepada istrinya dan sebaliknya kecintaan istri kepada suaminya membawa keduanya untuk melanggar larangan Allah I, berbuat maksiat, menghalalkan apa yang Allah I haramkan atau sebaliknya, mengharamkan untu k dirinya apa yang Allah I halalkan karena ingin mencari keridhaan pasangannya. Nabi kita yang mulia n pernah ditegur oleh Allah I ketika beliau sempat mengharamkan apa yang Allah I halalkan karena ingin mencari keridhaan istri-istri beliau.4 Allah I abadikan hal itu dalam Al-Qur`an:
“Wahai Nabi, mengapa engkau mengha-ramkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu5, karena engkau mencari keridhaan (kesenangan hati) istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Tahrim: 1)
Nasehat kepada Istri
Karena engkau –wahai seorang istri– dapat menjadi fitnah bagi suamimu, maka bertakwalah kepada Allah I. Jangan sampai engkau menjadi musuh dalam selimut baginya. Jangan engkau jerat dia atas nama cinta, hingga ia terjaring dan tak dapat lepas darinya. Akibatnya, yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana mencari ridhamu, mengikuti kemauanmu, walaupun hal itu bertentangan dengan syariat.
Bertakwalah engkau kepada Allah I. Jadilah istri yang shalihah dengan membantu suamimu agar selalu taat kepada Allah I dan Rasul-Nya. Semestinya engkau tidak suka bila ia melakukan perkara yang melanggar syar’i karena ingin menyenangkan hatimu. Keberada-anmu di sisinya, sebagai teman hidupnya, jangan menjadi penghalang baginya untuk menjadi hamba yang bertakwa dan menjadi anak yang shalih bagi kedua orang tuanya.
Cintaiah suamimu, syukurilah dengan cara engkau semakin taat kepada Allah I, menunaikan kewajibanmu dengan sebaik mungkin, dan mencurahkan segala kemampuan-mu untuk memenuhi haknya sebagai suami.
Zuhud terhadap dunia, jangan engkau abaikan. Sehingga engkau tidak menuntut suamimu agar memenuhi kenikmatan dunia yang engkau idamkan. Pautkan selalu hatimu dengan darul akhirat agar engkau tidak menghamba pada dunia yang tidak kekal.
Catatan Akhir
Al-Imam At-Tirmidzi t dalam Sunan-nya (no. 3317) membawakan asbabun nuzul (sebab turunnya) surah At-Taghabun ayat 14 di atas, dari riwayat Ibnu ‘Abbas c. Tatkala ada yang bertanya kepada Ibnu ‘Abbas c tentang ayat ini, beliau menyatakan: “Mereka adalah orang-orang yang telah berislam dari penduduk Makkah dan mereka ingin menda-tangi Nabi I, namun istri dan anak mereka enggan ditinggalkan mereka. Ketika mereka pada akhirnya mendatangi Rasulullah I, mereka melihat orang-orang yang lebih dahulu berhijrah telah tafaqquh fid dien (mendalami agama), mereka pun berkeinginan untuk memberi hukuman kepada istri dan anak-anak mereka. Allah I lalu menurunkan ayat6:
Namun riwayat asbabun nuzul ini dha’if (lemah) sebagaimana dinyatakan oleh Asy-Syaikh Al-’Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t, dalam karya beliau Ash-Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul (hal. 249).
Demikianlah. Semoga Allah I memberi taufik kepada kita untuk selalu mencari keridhaan-Nya. Amin.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Catatan Kaki:
1 Tiga perkara ini (wanita, minyak wangi, dan shalat) dinyatakan termasuk dari dunia, maknanya: ketiganya ada di dunia. Kesimpulannya, beliau menyatakan bahwa dicintakan kepada beliau di alam ini tiga perkara, dua yang awal (wanita dan minyak wangi) termasuk perkara tabiat duniawi sedangkan yang ketiga (shalat) termasuk perkara agama. (Catatan kaki Misykatul Mashabih, 4/1957, yang diringkas dari Al-Lam’at, Abdul Haq Ad-Dahlawi)
2 HR. Ahmad (3/128, 199, 285), An-Nasa’i (no. 3939) kitab ‘Isyratun Nisa` bab Hubbun Nisa`. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, 1/82.
3 HR. Al-Bukhari dan Muslim
4 Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah n terjaga dari terus berbuat dosa. Ketika beliau jatuh dalam kesalahan sebagaimana wajarnya seorang manusia, Allah I segera menegur Nabi-Nya sebagai penjagaan dari Allah I kepada beliau. Sehingga beliau pun bertaubat dari kesalahannya.
5 Yakni Nabi n sempat mengharamkan madu atau mengharamkan Mariyah budak beliau.
6 Dan terhadap keinginan mereka untuk menghukum istri dan anak-anak mereka, Allah I menyatakan:
“Dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun: 14)
Allah I memerintahkan mereka untuk memaafkan istri dan anak-anak mereka. (Ma‘alimut Tanzil, 4/324)


Kamis, 28 Maret 2013

Do'a Memohon Cinta Allah

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِى يُبَلِّغُنِى حُبَّكَ

اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِى وَأَهْلِى وَمِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ

 (رواه الترمذي وقال حديث حسن)

“Ya Allah, aku mohon pada-Mu cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, amalan yang mengantarkanku menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikan cinta-Mu lebih aku cintai melebihi cintaku pada diriku sendiri, keluargaku, dan air dingin.”


 

Cinta Di atas Sajadah

Do'a malam ku duduk diantara sajadah suci mu . . .
Ku menemukan cinta atas ridho-mu . . .
Jika ini benar, izinkan cinta ini bersatu karena-mu . . .


Mencintai pilihan mu adalah hak bagi ku ,,
Tapi, jika dia suatu saat pergi meninggalkan ku ,,
Aku tau ini juga kehendakmu . . .

Ku pilih dia dalam perjalanan IstiQharah-ku . . .
Ku lepaskan dia juga atas izin-mu . . .


Tidak ada cinta yang lebih baik, selain mencintai agama-mu . . .
Yakinkan hatiku untuk melabuhkan sebagian dari hidupku hanya kepada dia......  yang selalu meminta cinta beralaskan sajadah cintamu . . . .


by : Vitriah April Yanni :)