Sabtu, 30 Maret 2013

"Cita-citaku Bukan Sebatas Mimpi"

Setiap orang pasti mempunyai cita-cita dan mungkin saat ini cita-cita yang kita inginkan sudah tercapai. Seperti aku pada saat masih kecil dulu, dimana pada saat itu aku masih duduk dibangku sekolah dasar dan masih terlihat lugu, guruku menanyakan apa cita-citaku, Sebenarnya aku belum terlalu mengerti apa itu cita-cita ? Tapi dengan wajah polos dan suara lantang aku menjawab pertanyaan guruku “saya mau jadi guru pak . . .”, mendengar jawaban itu guruku hanya manggut-manggut dan mendoakan agar apa yang aku cita-citakan bisa tercapai dan menjadi kenyataan. Walaupun sebenarnya pada saat itu aku tersadar kalau aku tidak bisa berharap banyak dengan apa yang aku cita-citakan akan tercapai, bagiku cita-citaku hanya sebuah mimpi yang belum tentu bisa menjadi kenyataan, dan bagiku doa guruku hanya akan menjadi sebuah khayalan.
Wajar saja jika aku beranggapan seperti itu, Kehidupan keluargaku yang apa adanya, orang tuaku yang tidak pernah sekalipun menanyakan apa cita-cita anaknya, orang tuaku yang beranggapan kalau cita-cita bukanlah hal yang penting, yang paling penting bagi mereka adalah anak-anaknya bisa membaca, menulis, menghitung, dan jika aku menceritakan cita-citaku, orang tuaku tidak pernah menanggapi apa mauku. Maklum saja, orang tuaku hanya bekerja sebagai buruh yang membawa potongan-potongan bambu, orang tuaku harus bekerja hingga menjelang maghrib hanya untuk memenuhi kebutuhan keluargaku. Sulit memang, tapi inilah kenyataan hidupku dan keluargaku, sedikit atau banyak kami harus tetap bersyukur.
Walaupun sejujurnya, dalam menjalani hidup yang tidak mudah seperti itu sempat menghilangkan  motivasi dan keyakinanku, aku berfikir untuk apa aku sekolah kalau cita-citaku hanya bisa jadi mimpi-mimpiku ? sementara orang tuaku tidak pernah mempedulikan pendidikanku, orang tuaku tidak pernah meyakini dan memotivasiku, keadaan hiduppun selalu menekanku, mau jadi apa aku ? aku merasa putus asa dan tidak mampu.
Tapi itu tidak bertahan lama, ada guruku yang selalu memberikan motivasi dan keyakinan padaku. Guruku mengatakan padaku bahwa masih banyak anak-anak yang hidupnya lebih sulit daripada aku, bahkan mereka tidak bisa sekolah sepertiku jika mereka tidak ikut orang tuanya bekerja lebih dulu, sedangkan aku masih bisa sekolah tanpa harus membantu orang tuaku bekerja membawa potongan bambu. Guruku juga sempat bercerita padaku kisah tentang anak seorang petani miskin  yang sukses, padahal kehidupannya sama saja sepertiku. Namun, ada hal lain yang membuat anak petani miskin itu berbeda denganku, ia memiliki motivasi dan keyakinan untuk tetap belajar dalam mencapai cita-citanya, sesulit apapun hidup keluarganya, anak petani miskin itu tetap mau berusaha demi pendidikan dan cita-citanya. Sedangkan aku tidak memiliki motivasi dan keyakinan seperti dirinya. Guruku juga berpesan “Yakinlah nak, cita-citamu itu bukan sebatas mimpi, berusaha dan yakinkanlah dirimu kalau kamu mampu mewujudkan cita-citamu, anggaplah kesulitanmu saat ini sebagai penguji semangat belajarmu”.
Aku memahami perkataan guruku, aku berusaha mengubah rasa putus asaku menjadi sebuah keyakinan kalau aku bisa mewujudkan cita-citaku. Perubahan terjadi padaku, hidup miskin tidak pernah lagi menyurutkan semangatku, walaupun kesekolah aku hanya bisa berjalan kaki dan mengantongi uang seribu, aku tetap gigih bersama semangat belajarku, bagi teman-temanku uang seribu tidak mungkin bisa mengenyangkan perutku, tapi bagiku uang seribu tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan motivasiku, bagiku “kenyang perut hanya sesaat dan bisa mengembalikan rasa lapar, tapi jika kenyang ilmu, ilmu itu tidak akan pernah hilang dan bisa kugunakan kapan saja”.
Berkat motivasiku, hanya butuh waktu satu tahun lagi cita-citaku akan menjadi kenyataan, berkat usahaku aku bisa melanjutkan pendidikanku sampai kejenjang perkuliahan, kesulitan keluarga bukan lagi penghambat bagiku dan kupastikan tahun depan aku akan menjadi seorang GURU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar